
Daftar Isi
- 1. Melakukan Pinjaman Online (Fintech Lending/Pinjol)
- 2. Melakukan Transaksi Jual-Beli Fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG)
- 3. Melakukan Kerja Sama Pengadaan Alat Kesehatan Tanpa Studi Kelayakan dan Penjualan Tanpa Analisa Kemampuan Keuangan Customer
- 4. Menempatkan Dana Deposito atas Nama Pribadi dan Menggadaikan Deposito untuk Kepentingan Pihak Lain
- 5. Menggunakan Dana Perusahaan untuk Kepentingan Pribadi
- 6. Melakukan Windows Dressing Laporan Keuangan Perusahaan
- 7. Membayar Asuransi Purnajabatan dengan Jumlah Melebihi Ketentuan.
Jakarta –
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan temuan sejumlah aktivitas berindikasi fraud/kerugian yang dijalankan PT Indofarma Tbk dan anak bisnisnya PT IGM. Kondisi ini memunculkan indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83.
“Permasalahan tersebut memunculkan indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83 miliar,” tulis BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang dilaporkan ke DPR, Kamis (6/6/2024).
Lantas apa saja ‘dosa’ yang dijalankan Indofarma dan anak bisnisnya menurut temuan BPK ini? berikut rinciannya.
1. Melakukan Pinjaman Online (Fintech Lending/Pinjol)
Berdasarkan pencarian BPK, Indofarma dan anak bisnisnya kedapatan terjerat dukungan online alias pinjol. Meski begitu, tak dilaporkan secara rinci ke perusahaan pinjol mana perusahaan sudah berutang ataupun berapa nilai dukungan yang diambil.
Atas permasalahan tersebut, BPK sudah menganjurkan terhadap Direksi PT Indofarma Tbk antara lain biar melaporkan ke pemegang saham terkait transaksi pinjol tersebut.
2. Melakukan Transaksi Jual-Beli Fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG)
Secara biasa BPK tidak menerangkan dengan rinci terkait perkara jual-beli fiktif pada Unit FMCG ini. Namun atas temuan itu BPK sudah menginstruksikan Direksi PT IGM untuk berkoordinasi dengan kantor pajak.
Hal ini dimaksudkan biar perusahaan tidak dikenakan beban pajak pemasaran senilai Rp 18,26 miliar atas transaksi pemasaran fiktif Business Unit FMCG tersebut.
3. Melakukan Kerja Sama Pengadaan Alat Kesehatan Tanpa Studi Kelayakan dan Penjualan Tanpa Analisa Kemampuan Keuangan Customer
BPK menerangkan permasalahan melaksanakan kolaborasi pengadaan alat atau pemasaran tanpa studi kelayakan yang dimaksud antara lain pengadaan serta pemasaran teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan isolation transportation.
“Indikasi kerugian sebesar Rp 16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar yang berisikan piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar dan persediaan yang tidak sanggup terjual sebesar Rp 23,64 miliar,” lapor BPK.
Atas permasalahan tersebut, BPK juga sudah menganjurkan terhadap Direksi PT Indofarma Tbk biar melaporkan ke pemegang saham atas pengadaan dan pemasaran alat kesehatan tersebut. Selain itu pihaknya juga diminta mengupayakan penagihan piutang macet senilai Rp 122,93 miliar tadi.
Baca juga: Temuan BPK: Indofarma Terjerat Pinjol! |
4. Menempatkan Dana Deposito atas Nama Pribadi dan Menggadaikan Deposito untuk Kepentingan Pihak Lain
Terkait permasalahan ini, BKP menerima adanya sejumlah dana deposito milik perusahaan yang diposisikan atas nama eksklusif pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara. Namun tidak disebutkan dengan rinci dalam laporan ikhtisar berapa total nilai deposito yang disimpan atas nama eksklusif ini.
Sedangkan untuk penggadaian deposito milik perusahaan ini dijalankan pada Bank Oke. Atas temuan ini BPK juga sudah memberi rekomendasi biar perusahaan lebih terbuka terhadap pemegang saham dan Kementerian BUMN.
5. Menggunakan Dana Perusahaan untuk Kepentingan Pribadi
BPK menerangkan Indofarma dan anak bisnisnya kedapatan sudah memuat dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di pembukuan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.
Selain itu BUMN juga mengeluarkan dana tanpa underlying transaction, memakai kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melaksanakan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi.
6. Melakukan Windows Dressing Laporan Keuangan Perusahaan
Perlu diketahui, aktivitas windows dressing yang dimaksud BPK yakni upaya yang dijalankan oleh perusahaan untuk “mempercantik” pembukuan keuangan dengan cara memanipulasi pembukuan keuangan untuk terlihat lebih baik sebelum dipublikasikan.
Artinya pembukuan keuangan perusahaan yang dilaporkan belum pasti sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Hal ini dimasukkan untuk pertanda hasil bisnis yang lebih menguntungkan.
7. Membayar Asuransi Purnajabatan dengan Jumlah Melebihi Ketentuan.
Terakhir BPK juga melaporkan adanya pembayaran asuransi untuk purnajabatan (mereka yang sudah pensiun dari Indofarma ataupun anak perusahaan) dengan jumlah melampaui ketentuan. Namun tidak diterangkan berapa jumlah pembayaran asuransi yang dimaksud.